Rabu, 08 Mei 2024

Niat Selamatkan Terduga Pelaku Chat Pornografi Dari Amukan Warga, Masdin Malah "Dipolisikan"


Bima, Inside Pos,- 

Masdin, Mantan Legislatif Kabupaten Bima di Polisikan oleh orang tua terduga pelaku chat Pornografi kepada anak bawah Umur. Peristiwa itu terjadi pada 22 April lalu. Niat awal membantu terduga pelaku dari amukan massa, malah Masdin dilaporkan. 



 Masdin, sebagai tokoh masyarakat setempat, harus berhadapan dengan pelaku asusila dan keluarganya, Ia di tuduh telah menganiaya Ibu pelaku karena dituduh memukul pelaku. separah itu lah opininya. Masdin membantah, itu tidak benar,  bukan begitu peristiwanya

 

"Saya belum sempat melihat muka pelaku pada malam kejadian, apalagi di tuduh menghabok nya ? karena saya tidak bersama dengan pelaku di tempat kejadian perkara,  si pelaku sudah di amankan dalam rumah korbannya sedangkan saya di luar," jelasnya


Dijelaskannya, saat  di TKP, Masdin menilai ada potensi yang menggangu Kamtibmas. Akhirnya ia inisiatif menghubungi anggota Polsek Bolo untuk mengamankan keadaan di di desa Tambe,


"Karena saya menghubungi Polsek Bolo, Ibu As (orang tua terduga) merasa kesal dan benci ke saya, langsung berkata, Chating itu perbuatan iseng dan maen-maen tidak perlu panggil polisi. Saya mau masuk melihat keadaan pelaku di dalam rumah, saya di cegat lalu di serang  oleh Ibu As, dengan menarik leher baju saya sampai robek dan saya jatuh tersungkur,  lalu dia menyerang alat kelamin saya. Sarung saya melorot kebawah sehingga saya telanjang badan. Karena diserang, maka saya harus menyelamatkan jiwa, kehormatan dan martabat saya dengan melemahkan ibu As," ungkapnya. 


Sebagai manusia yang waras, saya tidak mungkin berbuat melampaui batas atau menganiaya seseorang tanpa sebab saya menganiaya, orang gila saja tidak sembarangan menganiaya orang lain bila dia tidak merasa terganggu dan terusik, tegas sosok yang suka membantu warganya tersebut 


"Tidak mungkin saya melakukan tindakan melawan hukum jika posisi saya tidak terdesak dan terancam. Ibu As menjatuhkan kehormatan saya didepan warga dengan menyerang saya terlebih dahulu," akunya


Politisi milik desa Tambe itu, mengaku akan menghadapi proses hukum dengan sungguh-sungguh, bukan saja karena membela diri, saya sudah membuat laporan, pengaduan hukum yang sama. telah menyerang, menganiaya dan merusak barang, serta menjatuhkan martabat saya di muka umum.


"Kejadian tidak di tempat tertutup dan sepi atau gelap gulita. Banyak saksi yang melihat langsung kejadian saat itu, Janganlah orang yg tidak di lokasi asal bicara yang bukan-bukan. dan Polisi agar mengolah TKP dengan telitif dan komperehensif demi kebenaran dan keadilan " Tutur Masdin.


#Pena Bumi

Senin, 06 Mei 2024

Maju Pilkada Bima, Dae Yandi Mendaftar di Partai Demokrat

 

Pengurus Harian Golkar Kabupaten Bima, Senin 6/5/ 2020 hari ini mendaftar bakal Calon Bupati Bima, Muhammad Putera Feriyandi, S.Ip, M.Ip di Partai Demokrat Bima. 

Bima, Inside Pos, 

Muhammad Putera Feryandi, S.Ip, M.Ip (Dae Yandi), Senin 6/5/2024 dipastikan maju sebagai Calon Bupati Bima Periode 2024-2029. Hari ini, Pengurus Harian Golkar Kabupaten Bima bertandang ke Kantor Demokrat Kabupaten Bima untuk mendaftarkan Dae Yandi sebagai Calon Bupati Bima. 


Wakil Sekretaris Bidang Organisasi Golkar Bima Dafullah, S.Pd, M.Pd menjelaskan sudah lima partai Dae Yandi Mendaftar sebagai bakal calon Bupati Bima. Diantaranya, Demokrat, Nasdem, PDIP, PPP dan PKB. 




"Kami sudah mendaftar ke lima partai. Kami berharap semuanya mengusung Dae Yandi menjadi Calon Bupati Bima terutama untuk Partai Demokrat," terangnya


Kata Dafullah, Dae Yandi telah resmi diusung oleh partai Golkar. Hal itu sesuai rekomendasi dari DPP Partai Golkar di Jakarta. Pihaknya optimis, Golkar mendapatkan keuntungan dari pilkada mendatang. 


"Golkar sudah mendapatkan 9 kursi Legislatif. Ini menjadi tolak ukur kemampuan Golkar di Bima membangun daerah sehingga mendapatkan posisi lebih dari masyarakat," cetusnya. 


Tidak hanya itu, Dafullah menjelaskan sudah intes melakukan komunikasi hampir ke seluruh partai sebagai kendaraan Dae Yandi di Pilkada. 


"Kami di Golkar serius membangun daerah Bima ini. Posisi 4 Periode kepemimpinan kader Golkar menjadi jalan kemudahan untuk meraih kemenangan lagi. Apalagi Dae Yandi juga menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Bima" tutupnya


Kepala Bapillu DPC Partai Demokrat, Amirullah apresiasi atas kedatangan pengurus harian Golkar di Kantor Partai Demokrat di Woha. Kata dia, Demokrat Bima menerima berkas Dae Yandi untuk ditelaah secara internal.


"Nanti kita menunggu petunjuk dari DPP untuk rekomendasi bakal calon mana yang akan diusung. Kita Kader wajib mendukung siapapun yang mendapatkan rekomendasi nanti," terangnya. 


Pendaftaran Dae Yandi di partai Demokrat diwakilkan oleh pengurus harian dan dihadiri hampir seluruh anggota DPRD Kabupaten Bima. 


#Pena Bumi


Pihak SPBU Raba Kodo Bantah Isu Hoaks Oleh Akun Ar Dian

 

Pihak Pertamina Bima turun Cek SPBU Raba Kodo, Senin 6/6/2024. Hasilnya Normal dan aman untuk digunakan kendaraan


Bima,  Inside Pos, 

Manajemen SPBU Raba Kodo-Woha bantah isu hoaks yang di-posting akun FB AR Dian. Dalam tulisannya, Ar Dian mengaku motor yang dibawa ke bengkel terdapat aroma minyak tanah. Postingannya itu dilakukan pada, Minggu 5/5 kemarin. 


Merespon postingan itu, managemen SPBU langsung koordinasi dengan pihak Pertamina Bima. Manager SPBU Raba Kodo, Syahbudin mengaku kaget membaca postingan akun Ar Dian. 


"Untuk membuktikan itu, kami meminta pihak Pertamina untuk periksa SPBU kami untuk memastikan adanya campuran minyak tanah dalam pertalite," terangnya, Senin 6/5/2024


Kata dia, setelah dilakukannya pengecekan secara menyeluruh dari tim Pertamina, hasilnya tetap normal dan aman. Tidak ada campuran apapun. 


"Kami memastikan isu yang di-posting akun tersebut hoaks alias palsu. Kami menduga postingan itu ingin menjatuhkan bisnis SPBU kami," ungkapnya


Syahbudin juga mengaku sudah hubungi pemilik akun Ar Dian, dari pembicaraannya terlalu berbelit-belit. Tidak jelas arah pembicaraannya. 


"Walau pemilik akun sudah minta maaf tapi ini sangat merugikan kami pihak SPBU. Apalagi informasi yang kami dapatkan jika motor yang di-posting itu bukan milik akun tersebut," akunya


Ia juga berharap kepada warga Bima untuk tidak termakan isu hoaks itu. Karena pemilik akun tidak bisa bertanggungjawab atas postingannya. 


"SPBU kami sangat aman. Tidak ada masalah apapun. Intinya itu isu hoaks," pungkasnya 


#Pena Bumi





Rabu, 01 Mei 2024

Wajah Baru Praktik Korupsi di Era Birokrasi Patrimonial

 

Dr. Alfisahrin, M.Si (antropolog politik)

Wakil direktur III Politeknik MFH dan Staf Pengajar Ilmu Sosial politik dan Komunikasi Upatma Mataram.


Mataram, Inside Pos,-

Opini: Dr. Alfisahrin, M.Si


Kasus korupsi di era birokrasi modern merupakan sebuah fenomena patologi sosial politik yang cukup memprihatinkan karena telah mengakibatkan kerugian negara mencapai 230 triliun tahun 2023. Maraknya korupsi di Indonesia menyebabkan rendahnya investasi, mendistorsi alokasi sumber daya dan menurunkan produktivitas belanja publik dan parahnya mendegradasi kualitas pembangunan.  Praktek korupsi yang kini tengah menggila di kalangan penjabat negara ditengarai terjadi banyak faktor dari soal gaya hidup hedonistik hingga perilaku serakah (corruption by greedy). 


Terbaru kasus Harvey Moeis suami artis Dewi Sandra  yang melakukan korupsi 171 triliun cukup menyita perhatian publik di tanah air. Perilaku korupsi dalam beragam bentuk, pola dan modusnya pun semakin canggih dan kreatif, Sungguh ironis hanya karena urusan di atas dan di bawah perut banyak penjabat negara rela gadaikan integritas dan terjerat kasus korupsi. Ada pejabat yang rela disuap, mau diberi gratifikasi, melakukan mark up dan menagih fee proyek pada kontraktor.


Tidak terhitung berapa banyak operasi tangkap tangan yang telah dilakukan KPK dan menjebloskan para koruptor ke jeruji besi namun kenyataannya sanksi hukum yang berat pun tidak memberi efek jera dan menyurutkan niat korupsi pejabat negara di Indonesia.  Praktek kotor korupsi dan suap dalam birokrasi kita telah mengakar dan meggurita di hampir semua level pelayanan birokrasi dari pemerintah pusat  menyebar hingga ke daerah tanpa kendali. Tidak heran publik pun kehilangan trust/kepercayaan dan legitimasi etik dan moral terhadap penyelenggara negara.  Rentetetan kasus demi kasus korupsi yang terjadi  di tanah air tidak pernah menjadi pelajaran berharga tentang cacat dan  tercelanya perilaku   korupsi. Kejahatan korupsi sudah dianggap sebagai peristiwa biasa yang lazim terjadi atau banalitas dalam istilah Hannah Arrendt Sehingga lembaga-lembaga anti korupsi yang dibentuk seperti KPK, kejaksaan, serta kepolisian ikut  frustrasi dan kehilangan akal dalam mencari-cari akal untuk memberantas praktek buruk korupsi di negara.

 

Korupsi merupakan permasalahan pokok dan tema sentral  dalam isu birokrasi Indonesia dan  praktek korupsi sebagai sebuah kejahatan ekstra ordinary crime (kejahatan luar biasa). Saat ini episentrumnya peristiwanya tidak lagi sekedar monoton  terjadi pada  penjabat elite di pemerintah pusat tetapi penyakit korupsi pun telah  menjadi wabah dan bencana pada unit-unit kekuasaan mikroskopik (terkecil) seperti di pemerintah desa. Dalam catatan KPK korupsi dana desa mencapai 529 kasus tahun 2024. Sebaran kasus korupsi juga trennya semakin  meluas dan  meningkat di sektor pendidikan bahkan dalam kurun waktu 6 tahun terkahir negara mengalami kerugian 1, 6 triliun dari korupsi pendidikan. Jadi hampir  tidak ada lagi institusi birokrasi negara yang bersih, tidak tercemar dan terlibat dalam praktek korupsi. Pertanyaanya, kepada siapa lagi kita dapat berharap, sekelas lembaga pendidikan seperti universitas sebagai benteng moral dan penjaga  etik pun di dalamnya menjamur praktek korupsi. Sehingga tidak terhitung berapa banyak rektor, dekan, dan penjabat kampus yang terpaksa duduk meringkih sebagai pesakitan di pengadilan karena diringkus KPK akibat skandal korupsi. 


Terbaru KPK bahkan merilis sejumlah nstansi atau lembaga pemerintah terkorup di Indonesia tahun 2023, Lembaga ini dianggap produktif menyumbangkan para koruptor urutan pertama, ditempati pihak swasta (404 tersangka), kedua, pejabat pelaksana eselon 1 sampai 4 (351pejabat/persangka)-  ketiga, Lembaga legislatif (DPR) (344 tersangka). Keempat, Gubernur/walikota (176 tersangka). Kelima, Hakim (31 tersangka) dan keenam, pengacara (18-orang tersangka). Ketujuh komisioner dan korporasi ( delapan tersangka), Depalan, jaksa (11 tersangka) dan polisi (5 orang tersangka).

Gurita korupsi ini semakin mengkonfirmasi betapa buruknya tata kelola birokrasi pemerintah dan pelayanan publik di negara kita. Hampir semua sektor ada korupsi dan koruptornya bahkan nyaris setiap jenis pelayanan ada upahnya (gratifikasi). Oknum penjabat negara tidak ubahnya predator yang memanfaatkan relasi kuasa dan otoritas sebagai jalan pintas untuk memperkaya diri dan kerabat. Birokrasi kita kini menjadi sarang korupsi dan  seolah berjalan secara mekanis karena menjadi alat untuk mengeruk uang bagi penjabat. 


Aspek  pelayanan humanis dari birokrasi seperti altruis, total, berkualitas dan memuaskan  sudah sukar ditemui dalam wajah birokrasi kita. Ruang-ruang elite birokrasi memnjam istilah Gregory Losanov sudah ‘diorkestrasi’ oleh pejabat-pejabat feodal yang dikendalikan seperti robot oleh fitur-fitur kontrol penguasa. Mereka umumnya menghamba penuh pada kekuasaan dan dirinya sendiri tanpa banyak perduli pada nasib rakyat. Kondisi buruk ini terjadi menurut saya karena birokrasi tidak lagi diterjemahkan secara esensial sebagai fasilitas untuk memajukan kesejahteran umum dan sarana untuk meningkatkan kepuasan publik terhadap kinerja kekuasaan. Birokrasi sebagai mesin pelayanan public harusnya  tidak boleh menempatkan diri sebagai korporasi yang mind set nya berdagang dan jual beli jasa dalam mengurus dan mengatur kepentingan rakyat.  Sebaliknya birokrasi sebagai sebuah struktur meminjam istilah Jean Claude Levistrauss  harus melayani rakyat sesuai fungsi, azas, dan prinsip  profesionalitas bukan ambil untung pribadi dan rugikan kepentingan rakyat. 


Carut marut dan gentingnya korupsi yang mengepung seluruh episentrum birokrasi di Indonesia semakin membenamkan  kekuasaan politik negara kepada praktek klepto-birocracy atau birokrasi yang di kelola dan diatur oleh para bandit pencuri. Kondisi gawat dan genting korupsi akibat ulah pejabat korup oleh Giorgio Agamben Filsuf politik Italia menyebutnya dengan ‘ situasi kedaruratan’ negara. 


Jenuh, kaget, geram bahkan frustrasi setiap hari kasus korupsi menyeruak muncul di berita-berita tv dan koran padahal upaya-upaya preventif pencegahan korupsi bahkan  meningkat 37, 09 persen dengan  anggaran mencapai  1, 3 rriliun pada tahun 2022 dan 1, 204 triliun 2023. Ada apa dan mengapa banyak orang-orang baik yang terdidik dan cendekiawan ketika berada dalam posisi dan panggung birokrasi bermental korup. Untuk menjawabnya saya teringat dengan dua sifat dari birokrasi yang digambarkan oleh filsuf besar Jerman karl Marx, pertama birokrasi  adalah organisasi yang parasitic dan kedua, eksploitatif. Oleh karena itu, ketika seorang ada dalam birokrasi dia bisa numpang hidup dalam tubuh kekuasaan dengan memanfaatkan kewenangannya (parasitk).


 Besarnya otoritas dan priveledge yang dimiliki sebagai pejabat tidak jarang menjadi sebuah kesempatan dan alasan untuk mengeksploitasi orang lain seperti meminta pungli,  fee, gratifikasi bahkan memeras. Menurut saya, birokrasi dalam perspektif kaum Marxisme merupakan isntrumen bagi kelas yag berkuasa (rulling class) untuk mengekspolitasi kelas yang lain (yang dikuasai). Dalam konteks demikian birokrasi berfungsi structural, kultural dan politis untuk mempertahankan priviledge dan status quo bagi kepentingan kelas kapitalis. Realsi kuasa yang kental antara penguasa dan penjabat negara yang pragmatis dan transaksional telah banyak memakan korban dan menjerumuskan sederet  nama beken pejabat tinggi negara seperti mantan Menpora Andi  Malaranggeng, Imam Nahrowi, Harun Masiku, Juliari Batu Bara, Johni G.Plate, dan yang teranyar dilakukan oleh Menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo cukup mengguncang dan melukai batin masyarakat yang tengah dihimpit oleh aneka masalah pelik dalam negeri. 


Soal rendahnya harga jagung, tingginya harga beras, penggusuran di rempang, kebakaran hutan di Gunung Bromo dan kekeringan luas yang merambah banyak daerah menyebabkan banyak petani menderita kerugian karena gagal panen dan ancaman  jerat hutang yang menggunung menanti. Tiba-tiba di tengah hiruk pikuk dan lalu lintas peliknya masalah bangsa publik pun  dihantam berita besar korupsi mantan Walikota Bima HM.Lutfi yang resmi ditetapkan tersangka oleh KPK beberapa waktu yang lalu. Kejadian miris ini menjadi musibah dan petaka bagi pemerintah Kota Bima. H.Lutfi sosok yang dikenal ramah, politisi berpengalaman dan memiliki jam terbang di tingkat nasional tiba-tiba terjerembab dan jatuh  dalam pusaran korupsi yang mencengangkan. Perasaan iba dan simpati rasanya manusiawi dialamatkan kepada beliau. 


Akan tetapi itu tidak cukup untuk mencari tau akar dan sumber masalah, mengapa sekelas Walikota tajir melintir seperti H. Lutfi bisa ikut terseret dalam kasus tercela korupsi. Apakah ini murni tindak pidana korupsi semata atau ada keterlibatan permainan politik (political game) dari rival politiknya. Peristiwa dan kasus korupsi di Indonesia memang tidak an sich berdiri sendiri tetapi melibatkan banyak sekali variabel sosial politik dan ekonomi.


Saya menduga buruknya sistem partai  politik menjadi satu alasan maraknya praktek korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah. Biaya untuk membeli satu partai politik pengusung di bursa pencalonan di arena pilkada tidak murah bahkan sangat mahal. Calon dengan modal cekak tentu akan sulit  bertarung dan dengan sendirinya akan tersingkir dari gelanggang perebutan partai pengusung. Calon kepala daerah tentu tidak cukup hanya mengandalkan  satu partai politik saja sebagai modal menang tetapi butuh beberapa partai politik tambahan untuk memenangkan pertarungan di pilkada. Bukan rahasia umum jika mau jadi Gubernur, Bupati dan walikota di republik harus menyiapkan  puluhan hingga ratusan miliar uang pribadi. 


Dalam konteks ini politik dan segala aksesoris serta atribut permainannya tidak lebih dari sekedar orang  berjudi dan mengundi nasib. Ketika menang pun para politisi terpilih, mereka bukan lekas bergegas mengatur posisi dan strategi agar menyusun kebijakan yang mensejahterakan rayat melainkan segera berpikir bagaimana agar ongkos dan modal politk cepat kembali. Segala  cara pun  dilakukan dari jual beli jabatan, jual proyek, tarik fee proyek, mark up, penggelapan hingga proyek fiktif. Jadi menurut saya, Akar dan masalah korupsi kepala daerah bersumber dari biaya politik yang tinggi menyebabkan kepala daerah menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) yang dimiliki. 


Faktor lain adalah intensifnya kerabat dan keluarga ikut serta mengatur, memengaruhi dan memutuskan kebijakan-kebijakan strategis birokrasi seperti mengatur proyek, menetukan pemenang tender, dan mengatur pejabat yang mengendalikan anggaran strategis. Tidak jarang dapur inti birokrasi terutama di birokrasi daerah diatur oleh  kerabat dekat seperti istri, ipar, mantu dan kolega. Ini juga terungkap dalam kasusu korupsi eks Walikota Bima HM Lutfi dalam dalam fakta persidangan di pengadilan  tipikor   Mataram. 


Pentetrasi kepentingan kerabat penguasa dalam birokrasi menjadi sumber utama masalah korupsi karena fungsi dan  aturan ketat pengawasan dalam birokrasi macet (disfungsi) tidak berjalan karena adanya hubungan darah dan genealogis kekerabatan (patrimonial). Rata-rata korupsi dalam dinasti politik terjadi karena kekuasaan diatur dalam relasi dan ikatan-ikatan kekerabatan yang disebut dengan (patrimonialistik). Kasus ini juga terjadi pada  kasus korupsi dinasti politik  Ratu Atut di Banten,  Dodi Reza Alex Nurdin di Sumatera, Fuad Amin di bangkalan,  Syaukani Hasan Rais di Kutai, Sri Hartini di KlatenAtty Suharti di Cimahi dan Puput Trantiana di Probolinggo. Rentetan  peristiwa korupsi dari dinasti-dinasti politik ini tidak hanya mengguncang legitimasi pemimpin terpilih dan birokrasi pememrintah yang terhormat  tetapi juga melahirkan pertanyaan mengenai masa depan demokrasi Indonesia. tidak ada birokrasi di negeri ini yang luput dari jenis penyelewengan. Korupsi telanjur melekat dalam struktur birokrasi Indonesia, bahkan sebelum terbentuknya republik ini.

Dengan kata kata lain, birokrasi pemerintah telah berubah menjadi sumber kekuasaan dan kekayaan pejabat, baik melalui penjarahan uang dan kekayaan negara maupun penindasan dan pemerasan rakyat. Sebab, fungsi penyelenggaraan pemerintahan bukan lagi untuk kepentingan rakyat. Sejak lama maknanya ditransformasikan menjadi kekuasaan atas rakyat, seperti halnya negara menguasai kekayaan alam dan isinya. Sistem demikian mirip parasit dalam kehidupan bangsa dan negara. Kelangsungan hidupnya ditopang uang yang diisap dari rakyat.Hidup di bawah sistem demikian menjadi tidak nyaman. Ketika bayi lahir, misalnya, mesin pungutan liar sudah menunggu di kantor catatan sipil. Tanpa uang pelicin, akta kelahiran tidak akan keluar. Setelah sang bayi menjadi dewasa, ia akan berhadapan dengan praktik pungutan liar yang lebih ganas. 


Mulai dari mengurus kartu tanda penduduk, surat keterangan berkelakuan baik, paspor, surat nikah, hingga saat akan dimakamkan. Sepanjang  sejarah RI sudah beragam undang-undang, keputusan presiden, dan kebijakan politik yang diterbitkan, termasuk pembentukan tim dan komisi-komisi antikorupsi. Namun, seperti halnya film nasional, cukup membaca judulnya sudah dapat ditebak penutupnya. Semua berakhir gagal membasmi korupsi. Bahkan tidak berhasil mencegah derap majunya. Kalaupun masih ada yang optimistis dan menaruh harapan kepada aparat penegak hukum dan keadilan, mereka hanyalah pemimpi dan buta terhadap kenyataan. Hasil penelitian belum lama ini menunjukkan, tumor korupsi justru lebih ganas menggerogoti kedua lembaga tersebut.

Pergantian rezim, entah itu dari Orde Baru ke Orde Reformasi, dari militer ke sipil, dan kemudian kombinasi militer-sipil, tetap tidak mengubah birokrasi menjadi sehat. Max Weber menyebut birokrasi legal-rasional. Institusi yang menggerakkan masyarakat modern.Di era Reformasi, korupsi malah menjalar hingga ke lembaga legislatif. Banyak unsur pimpinan maupun anggota DPRD tingkat I dan II periode lalu terpaksa mendekam di penjara akibat menjarah uang rakyat. Di tingkat nasional, ketua DPR dan wakil ketua MPR juga sempat meringkuk di sel tahanan Kejaksaan Agung. Termasuk Gubernur Bank Indonesia. Ironisnya, mereka berkuasa dan memberi perintah dari balik terali besi tersebut. Tidak ada bangsa dan negara di dunia yang melakukan hal seburuk ini. Bahkan tidak ditemukan di negara yang dilanda perang saudara, seperti di Afrika.


Lantas dari mana semua sumber borok birokrasi ini?


Sejarah birokrasi di Nusantara bermula dari era tanam paksa. Namun, seperti ditulis JI (Hans) Bakker dalam Bureaucratization of Patrimonialism: Colonial Taxation and Land Tenure in Java, 1830-50, Cultuurstelsels (tanam paksa) tidak memodernisasi Jawa. Kebijakan kolonial memerintah secara tidak langsung cenderung memperkuat struktur kekuasaan lokal yang bersifat patrimonial. Akibatnya, seperti dikemukakan Clifford Geertz, hanya aspek administratif birokrasi yang dimodernisasi secara relatif, sementara struktur dasarnya tetap sama. Maka ketika tahun 1870 dilakukan upaya perubahan struktural dalam sistem politik di Pulau Jawa, sisa stelsel lama tersebut merintanginya. Upaya kolonial Belanda membangun birokrasi legal-rasional sebagian besar tidak efektif. Ditambah pendekatan yang lamban dan terlalu berhati-hati, Belanda gagal membentuk pemerintahan modern.


Dalam Patrimonialism, Involution, and The Agrarian Question in Java: A Weberian Analysis of Class Relations and Servile Labour, Bakker mencoba menjelaskannya lebih detail dengan menganalisis hubungan pusat-pinggiran. Antara kepentingan elite merkantilis di Belanda, yang diwujudkan dalam kebijakan indirect-rule, dengan kepentingan penguasa lokal mempertahankan kekuasaan yang bersifat patrimonial. Sosok birokrasi patrimonial itu sendiri menjadi jelas jika dibandingkan dengan birokrasi legal-rasional. Max Weber menyebut beberapa karakteristik birokrasi legal-rasional. Antara lain, pembagian kerja dan spesialisasi tugas, peraturan hubungan atasan-bawahan yang bersifat impersonal dan rasional, pemisahan antara milik publik dan pribadi, serta loyalitas birokrat pada perintah atasan yang bersifat impersonal. Sedangkan perekrutan didasarkan pada kualifikasi formal serta uji kemampuan. 


Dengan sendirinya penempatan seseorang pada jabatan tertentu ditentukan kemampuan dan prestasi. Sebaliknya dalam birokrasi patrimonial, pembagian kerja dan tugas tersebut tidak jelas. Hubungan atasan-bawahan bersifat personal, tidak membedakan milik publik dan pribadi, serta loyalitas kepada orang yang memegang jabatan di atasnya. Perekrutan didasarkan pada hubungan keluarga, perkoncoan, dan parpol. Demikian pula penempatan seseorang pada jabatan tertentu. Setelah terbentuknya RI, aspek legal-rasional diadopsi sebagai landasan birokrasi pemerintah, termasuk sumpah jabatan. Dalam Fall from Grace: The Political Economy of Indonesian Decay and Decline (2001), Dr Jason Abbott lebih cenderung menggunakan istilah neo-patrimonial. Dalam arti, dominasi patrimonial (Herrschaft) yang hidup di tingkat keluarga, desa, dan hubungan sosial lainnya diterjemahkan dalam sistem politik dan administrasi.


Wujudnya menjadi mirip hubungan patron-klien di desa, yang diperluas menjadi KKN dalam jajaran birokrasi. Dalam sistem yang lahir dan bertahan hampir dua abad ini, perubahan rezim hanyalah sebatas pergantian patron-klien yang berkuasa. Dengan sendirinya melanjutkan korupsi berjamaah. Sebab struktur dasarnya tetap patrimonialisme warisan kuno. Hal seperti ini juga berlangsung dalam birokrasi parpol. Untuk mencegah praktek buruk korupsi memang tidak mudah tetapi saya menyarakan perlunya penguatan kapasitas kelembagaan KPK, kemudian tingkatkan masa hukuman pelaku korupsi jangan mudah obral grasi, Terapkan hukuman mati,perbaiki sistem rekruitmen penengak hukum dengan menyeleksi pejabat berintegritas tinggi dan perkuat pengawasan dan hapus cela korupsi dengan pelayanan public berbasis on line agar tercipta clean government dan clean public service. 


***

Selasa, 30 April 2024

Dua Mei, Partai Demokrat Bima Buka Pendaftaran Balon Bupati dan Wakil Bupati

 

Nukrah, S.Sos Ketua Satgas Penjaringan Partai Demokrat Untuk Balon Bupati dan Wakil Bupati Bima 2024-2029

Bima, Inside Pos,-

Partai Demokrat Kabupaten Bima membuka pendaftaran Bakal Calon (Balon) Bupati dan Wakil Bupati pada 2 Mei 2024 ini. Pendaftaran ini terbuka dan bersifat umum. 


Ketua Satgas Penjaringan Balon Bupati dan Wakil Bupati, Nukrah, S.Sos menyampaikan pengambilan formulir akan dimulai pada tanggal 2 Mei 2024. 


"Form isian bakal calon sudah disiapkan di sekretariat Kantor Demokrat Kabupaten Bima di Desa Talabiu Kecamatan Woha, jalan lintas Bandara Muhammad Salahudin," ujar Nukrah, Selasa 30 April 2024. 


Kata dia, pembukaan penjaringan bakal calon untuk siapa saja politisi yang memiliki hasrat memimpin Kabupaten Bima. Tidak ada batasan. Baik internal kader Demokrat sendiri maupun pihak eksternal partai. 


"Kita perlakukan sama siapapun yang mengambil formulir pendaftaran Balon Bupati dan Wakil Bupati Bima," terangnya 


Legislator tiga periode ini juga menjelaskan, penutupan pendaftaran Balon akan dilakukan tanggal 25 Mei. 


"Di Sekretariat sudah ada tim Satgas yang siap melayani pengambilan dan pengembalian berkas lamaran balon," jelasnya seraya menambahkan,


"Semua keputusan yang siap mengendarai mesin Partai Demokrat ada di Keputusan DPP. Kita di daerah hanya melakukan penjaringan," tutupnya. 


Pena Bumi

Kamis, 25 April 2024

Kompol Herman Turun Monitor Langsung Tes Urin Personil Polres Bima Kota

Kompol Herman saat melakukan pengawasan kegiatan tes urin Personil Polres Bima Kota, Kamis hari ini. 

Kota Bima, Inside Pos, 

Memastikan seluruh personilnya bebas dari penyalahgunaan obat terlarang jenis narkotika, Polres Bima Kota mendadak tes urine.


Tes urine yang berlangsung Kamis, 25/4/2024 pagi ini, diawasi dan dipantau langsung Waka Polres Bima Kota Kompol Herman mewakili Kapolres Bima Kota AKBP Yudha Pranata.


Kompol Herman menyebutkan, Tes urine mendadak ini menjadi sangat penting sebagai bentuk keseriusan Polres Bima Kota. Hal itu  menjawab bahwa Polres Bima Kota tidak main-main dalam memberantas dan memerangi narkoba, termasuk pada internal Polres Bima Kota sendiri.


"Tes urine yang tersebut dilakukan Sidokes bekerja sama dengan unit Lab RSUD Bima. Saya ada di lokasi,"terangnya


Herman tegaskan, jika ada personil yang positif mengonsumsi narkoba, sesuai hasil tes urine, akan ditindak sesuai dengan protap dan SOP Polri.


"Kami akan tindak sesuai aturan yang berlaku, jika ada anggota yang terbukti positif mengonsumsi narkoba,"tegasnya


Pria kelahiran Donggo ini berharap agar masyarakat ikut andil dalam pemberantasan Narkoba. 


"Kita siap untuk menerima pengaduan masyarakat terkait semua kejahatan dan gangguan Kamtibmas diwilayah hukum Polres Bima Kota," tutupnya


#Pena Bumi

Temui KSP Moeldoko, Wakil Bupati Bima Bahas Pariwisata hingga Harga Jagung

Pertemuan Wakil Bupati Bima dengan mantan Panglima TNI tersebut berlangsung di Bina Graha Kantor KSP, Jakarta pada Rabu, (24/4/2024)


Jakarta, inside Pos


Bahas potensi pariwisata dan harga jagung anjlok di Bima, Wakil Bupati (Wabup) Bima, Nusa Tenggara Barat, (NTB), Dahlan M Noer  temui Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko. 


Dilansir detik.com, Dahlan mengungkapkan pertemuan dengan mantan Panglima TNI tersebut berlangsung di Bina Graha Kantor KSP, Jakarta pada Rabu, (24/4/2024) kemarin. Dari pertemuan itu, membahas potensi pariwisata dan anjloknya harga komoditi pertanian di Bima.



"Iya benar, bertemu (KSP Moeldoko). Kita bicara banyak soal Bima" kata Dahlan, Kamis (25/4/2024).


Diketahui, obyek wisata di Kabupaten Bima yang dekat dengan wilayah Labuan Bajo cukup banyak dan bagus. Seperti Gili Banta, Pulau Kelapa, Toro Maria, Pantai Pink, Nisa Ndoko hingga Pulo Sangiang. Potensi itu, belum dioptimalkan dengan baik.


"Spesifiknya pembahasan lebih ke pontensi spot wisata penyangga Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur (NTT) yang ada di Kabupaten Bima. Serta anjloknya harga jagung," ungkap Dahlan.


Berkaitan dengan anjloknya harga jagung, hingga kini belum ada titik terang. Pemkab Bima telah mengusulkan ke Badan Pangan Nasional (Bapanas) agar menaikkan harga jagung Rp 5 ribu per kilogram (kg). Sampai saat ini, usulan itu belum ada hasil.


"Responnya (KSP Moeldoko) bagus. Diatensi khusus soal ini," imbuh Ketua DPC Gerindra Kabupaten Bima ini yang biasa disapa Babe ini.


#Pena Bumi

Selasa, 23 April 2024

Partai Demokrat Bentuk Satgas Penjaringan Balon Bupati dan Wakil Bupati Bima

Bima, Inside Pos,-

Maret lalu, DPP Partai Demokrat besutan Agus Harimurti Yudhoyono arahkan DPC Partai Demokrat Kabupaten Bima untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) penjaringan Bakal Calon (Balon) Bupati dan Wakil Bupati Bima. 


Hari ini, Selasa 23/4/2024, DPC Partai Demokrat melaksanakan pembentukan satgas. Dalam hasil rapat internal partai, Wakil Ketua I, Nukrah, S.Sos ditunjuk sebagai Ketua Satgas. Itu dinilai dari kemampuan dan pengalaman Nukrah sebagai anggota DPRD Kabupaten Bima selama tiga periode. 


Ketua Demokrat, Misfalah, S.Pd melalui Kepala Bapillu, Amirullah menegaskan keputusan rapat merupakan hal mutlak untuk dilaksanakan. Tahapan penjaringan pada bulan Mei mendatang harus segera dibahas agar terhubung secara cepat dan tepat penjaringan Balon Bupati dan Wakil Bupati Bima. 

"Pada bulan Mei nanti proses penjaringan akan segera dilaksanakan semua tahapan penjaringan Balon Bupati dan Wakil Bupati Bima," ujar


Aminullah juga menyampaikan agar satgas yang terbentuk dapat menjalankan tugas dan tanggung jawab sepenuhnya.


"Bulan depan kita sudah mengusulkan hasil Penjaringan Balon Bupati dan Wakil Bupati Bima. Termasuk hasil survei siapa yang bakal terpilih mengendarai Partai Demokrat Kabupaten Bima," terangnya


Sementara itu, Ketua Satgas, Nukrah, S. Sos apresiasi atas terpilihnya sebagai ketua satgas penjaringan Balon Bupati dan Wakil Bupati Bima. Menurutnya, pembentukan Satgas dinilai sangat penting dalam memetakan potensi Balon Bupati dan Wakil Bupati Bima. 

"Kita harus kerja cepat. Setelah proses tahapan penjaringan pada bulan Mei. Sedangkan pada Juni-Agustus Majelis Tinggi Partai Demokrat akan melaksanakan rapat internal untuk menetapkan calon kepala daerah ditingkat propinsi maupun tingkat daerah," jelasnya. 


Kata Nukrah, untuk pendaftaran dan syarat-syarat lainnya untuk Balon Bupati dan Wakil Bupati Bima akan dibahas dalam rapat selanjutnya. 

"Syarat pendaftaran Balon Bupati dan Wakil Bupati Bima akan dibahas dalam rapat selanjutnya dengan seluruh kader Demokrat," pungkasnya


#Pena Bumi

Senin, 22 April 2024

Sirkulasi Elite Mandeg, Praktek Gerontokrasi Politik Hantui demokrasi Indonesia

Dr. Alfisahrin, M.Si

Mataram, Inside Pos,-

 Memotret Rivalitas dan Hegemoni  kaum Tua Terhadap Generasi Muda Dalam Politik 

Oponi: Dr. Alfisahrin, M.Si
(Antropolog Politik, Wakil direktur III Bidamg Kemahasiswaan dan staf  pengajar di Fakultas Ilmu sosial politik dan komunikasi Universitas 45 Mataram).

 

Dunia politik kontemporer Indonesia akhir-akhir ini semakin menarik untuk dikaji dan perbincangkan secara akademis maupun praksis.   Beberapa diantaranya adalah soal lambannya regenerasi dan transformasi kepemimpinan di tingkat elite politik nasional hingga daerah. Sementara ada realitas politik global baru yang menganga lebar dan  tengah menjadi tren politik  global yakni munculnya tokoh-tokoh politik muda.


Berdasarkan hasil pengukuran indeks yang dilakukan Economist Intelegence Unit Democracy Index 2022 menempatkan Indonesia pada urutan 101 dari 147 negara dalam hal regenerasi politik dengan rata-rata usia anggota DPR mencapai 51, 6 tahun. Di sisi lain, sejak satu dekade terakhir, dunia dikejutkan oleh munculnya sosok muda dipanggung politik seperti Sana Marin di Finlandia, Jacinda Adern di Finlandia, Gabriel Boric di Chile,, Jason Trudeau di Kanada dan Emanuel Macron di Prancis.


Politik dan demokrasi global dapat menjadi parameter dan tolak ukur bagi kemajuan maupun kemunduran dari kehidupan politik (bios politic) suatu negara. Sayangnya demokrasi dan kehidupan politik di Indonesia masih di dera oleh soal-soal klasik yang pelik serta tidak pernah kunjung terselesaikan,  akibatnya praktek dan esensi politik kita macet dan stagnan  tidak mampu bergerak maju secara evolusionis dengan keluar mengikuti jejak dan  dinamika  politik i global yang semakin trasnformatif. Demikian pula dengan proses terjadinya sirkulasi elite kekuasaan politik  masih dihambat dan terjebak pada serangkaian pernak pernik  dan ritus, demokrasi formalistik seperti pemilu dan kampanye politik. 


Begawan politik kenamaan Amerika Schumpter menyebut ‘ situasi ‘ini  denngan demokrasi prosedural bukan demokrasi substansial yang menghadirkan perwujudan dari saripati inti  demokrasi yakni terciptanya  kesejahteraan, tegaknya keadilan, dan kesetaraan publik

Saat ini, arsitektur politik nasional dan daerah terutama di partai politik nyaris masih dikuasai oleh kaum tua sejak orde lama hingga orde baru wajah dan postur politik Indonesia panoramanya tetap kental didominasi oleh generasi tua. Ada sejumlah jawaban atas terjadinya  stagnasi dan bukan reformasi politik yang mendesak untuk segera dilakukan.


Adanya  status quo  di tubuh partai politik, panggung parlemen dan   birokrasi ditengarai karena terjadi karena adanya dominasi penguasaan  alat produksi, basis jaringan dan infrastruktur ekonomi lainnya oleh kaum tua. Selain itu, proses dan tata kelola serta sistem pemilu di negara kita, setiap periode  mengalami kenaikan biaya sangat tinggi (high cost politic).. Realitas tersebut, membuat generasi muda seketika ciut nyali, takut, antipati, masa bodoh dan lari terbirit-birit  menjauhi politik. Yakin saja seperti kata Erdogan Presiden Turki saat orang baik tidak berpolitik maka, orang jahat yang akan berkuasa.


Dunia sudah berubah jauh sekali dan segala dimensi kehidupan pun telah mengalami apa yang disebut oleh Fritjof Capra dengan ‘krisis multidimensi’ di mana soal politik mempengaruhi stabilitas ekonomi dan soal ekonomi dapat menciptakan krisis politik, pangan, pendidikan, kesehatan bahkan agama. Orang miskin dan lapar mudah terpapar oleh wabah fundamentalis dan anarkis. Tampuk kepemimpinan politik di beragama level yang diemban dan dimandatkan kepada kaum tua dalam proses-proses yang demokratis justru tanpa bermaksud melakukan generalisasi. 


Menurut saya justru  menyuburkan praktek politik lama orde baru yang koruptif, nepotis, klientalis dan transaksional. Berbanding lurus dengan perkembangan politik global yang mengalami transformasi dan introduksi kepada nilai dan gagasan politik baru seperti digitalisasi data birokrasi, elektronik vote, elektronik trading, elektronik political institution, electronic public service, dan electronic natural and human resources. 


Gagasan ini hanya dapat diterjemahkan dalam kultur dan praktek politik Indonesia apabila ada arah baru paradigma dan sistem politik yang dikembangkan, Misalnya mengubah syarat kontitusi batas syarat calon dari 40 tahun menjadi 25-30 tahun. Minus Gibran yang  menurut saya terlalu dipaksakan dan tidak proporsional disertakan sebagai kontestan pilpres saat ayahnya masih menjabat presiden aktif. 


Dalam pengamatan saya, mengapa anak-anak muda hebat di daerah-daerah meski sarat dengan segala potensi dan modal simbolik seperti intelektualitas, kapasitas dan prestasi berderet menjulang tinggi. Kaum muda terdidik dengan gelar, keahlian dan merupakan alumni dari kampus-kampus terkemuka dunia. Faktanya keterlibatan dan partisipasi kaum muda dalam politik pada tingkat nasional dan regional  di banyak level kompetisi politik masih sangat rendah.


Kondisi ini yang digambarkan oleh Barbara White (2001) bahwa politik Indonesia pasca orde baru sebagai ‘ regenerasi ’dari aktor-aktor tua yang menguasai sebagian besar atau seluruh jaringan bisnis dan perdagangan di masa lalu lewat kebijakan monopoli dagang yang difasilitasi oleh rezim. Elite-elite yang dekat dengan kekuasaan rezim orde baru  karena mendapatkan aneka fasilitas dan priveledge dari negara bisnis mereka untung besar dan seketika membentuk konglemarasi.


Pasca rezim orde baru tumbang dan  digantikan oleh era reformasi seolah menjadi momentum yang lama ditunggu aktor-aktor politik tua dengan modal ekonomi, jejaring  bisnis yang menggurita dan relasi luas yang tersebar di dari pusat hingga daerah dapat dengan mudah menguasai dan mengalahkan aktor-aktor politik muda di panggung politik. Alasan sederhananya karena kaum muda hanya mengandalkan idealisme, gagasan, dan reputasi intelektual sebagai modal. 


Padahal dalam dunia politik yang keras dan culas ide, gagasan dan visi misi juga program kerja tidak lebih penting dari uang. Hal ini menjadi  alasan, mengapa kaum i muda yang tampil berpolitik di Indonesia dapat ditaklukan dan disingkirkan  dengan kejam, mudah, dan tanpa belas kasihan di arena politik oleh para taipan dan oligarki.


Dominasi aktor-aktor politik tua sebenarnya bukan perkara baru yang tiba-tiba baru  muncul dalam dunia dan panggung politik kontemporer. Secara antropologi dapat ditelusuri jauh bahwa di masa lalu  secara budaya dan politik. Orang-orang tua ‘ dianggap ‘ sebagai sumber pengetahuan, kearifan, ketangkasan (dexterity), dan lumbung pengalaman.  


Oleh karena itu, posisi kaum tua dalam beragam peran sosial, ekonomi, keluarga, dan politik yang dimainkan dianggap belum sepenuhnya dapat digantikan oleh kaum muda. Alasan historis dan kultural tersebut, menjadi alasan mengapa praktek dan budaya gerontokrasi dalam politik Indonesia terus bertahan.


Gerontokrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pemerintah atau badan pemerintahan yang dikendalikan oleh orang-orang tua. Gerontokrasi adalah sebuah relasi sosial. Lazimnya gerontokrasi secara ilmiah suatu konsep yang didesain untuk memberikan pengertian dan  gambaran tentang keadaan suatu masyarakat yang dalam banyak aspek terutama kehidupan politik dikendalikan oleh orang-orang yang telah tua. Ciri umum yang melekat pada kepemimpinan model gerontokrasi adalah konservatif, lambat, dan kaku. 


Gerontokrasi sendiri  secara etimologi berasal dari kata geront, yang dalam bahasa Yunani, berarti orang tua atau orang lanjut usia. Geront + kratia berarti keadaan politik dan pemerintahan, ketika yang berkuasa orang-orang yang lebih tua dibandingkan rata-rata populasi dewasa. Istilah gerontokrasi dipopulerkan di Prancis sejak abad ke-19 sebagai kritik terhadap parlemen yang semakin didominasi oleh politisi yang sudah tua dengan perilaku politik patronizing.


Dalam praktiknya gerontokrasi membatasi akses untuk orang-orang yang masih muda pada kekuasaan bahkan sadisnya  ditutup. Dalam praktek  gerontokrasi politik ini  ini, orang tua mengambil posisi sebagai subjeknya sementara orang yang masih muda adalah sebagai objek; atau orang tua sebagai penikmat dan yang muda sebagai korban akibat dari tertutupnya akses.


Banyak masyarakat, komunitas, dan organisasi yang menggunakan cara seperti ini, tanpa kecuali di Indonesia. Banyak organisasi yang membiarkan diri dikendalikan oleh orang yang sudah tua. Kesempatan memimpin lebih terbuka untuk yang sudah berumur. Bahkan sampai dibuat sistem sedemikian rupa, sehingga yang tua tetap sebagai pemegang rezim, sedangkan yang masih muda dipinggirkan terlebih dahulu. Sebagai contoh, pola kepemimpinan di  sejumlah pondok-pondok pesantren bahkan universitas  di Indonesia menjalankan model gerontokrasi ini, dengan model pengendalian di tangan para kyai sepuh yang sudah berumur.


Praktek gerontokrasi di dunia politik dalam peta politik global dapat di lihat kasusnya  di Uni Soviet, Eropa Timur dan Tengah, serta Cina selama pertengahan abad ke-20 bisa diambil sebagai contoh gerontokrasi. Setelah Uni Soviet pecah, dan reformasi terjadi di eks blok negara-negara sosialis/komunis ini, wajah-wajah yang lebih muda mulai menghiasi jajaran pemimpin mereka.


Di Indonesia, setelah reformasi kurang lebih 15 tahun, dirasakan sudah banyak kemajuan. Demokrasi berkembang dengan cepat, dengan sistem pers yang bebas dan sistem multipartai.  Sebenarnya menurut saya, sudah banyak perubahan dalam struk kelembagaan politik, partai dan desain model demokrasi yang telah dilakukan tapi  belum sepenuhnya dapat mengikis fenomena gerontokrasi.


Hal ini dapat terlihat dari masih kuatnya dominasi figur-figur senior yang mengendalikan roda partai, bahkan dijadikan ikon partai. Kondisi inilah yang membuat kultur di partai-partai politik kita tidak banyak berubah sekalipun tuntutan reformasi sudah digulirkan. Akibatnya, skandal-skandal yang melibatkan aktor-aktor politik senior. Harusnya pasca reformasi tahun 1997-1998  kultur politik sudah berubah secara mendasar ke arah yang lebih positif melalui regenerasi dan sirkulasi elite politik yang menyedot banyak kaum muda sebagai tulang punggung partai politik dan demokrasi bangsa.  Gerontokrasi menurut siklus Pollybios akan melahirkan oligarki partai, yakni terbangunnya kekuasaan partai yang proses dan hasilnya dikendalikan oleh segelintir kecil elite partai. 


Keberadaan gerontokrasi dalam politik akan berdampak pada dua hal penting; Pertama, regenerasi politik menjadi terhambat karena tertutupnya ruang untuk kaum muda dalam sirkulasi kepemimpinan. Kedua, trasisi ke sitem politik yang lebih demokratis akan mengalami kesulitan karena watak kaum tua yang koservatif dan anti perubahan. Bahayanya gerontokrasi apabila dibiarkan dan tidak berpegang pada demokrasi yang sebenarnya adalah bahwa keadaan seperti ini dapat dengan mudah memunculkan otokrasi. Otokrasi yang lama, baik pada tingkat nasional maupun lokal, bisa secara diam-diam memicu perlawanan yang bersifat eksplosif yang sangat mungkin bisa menyebabkan terjadinya kerusakan sendi-sendi demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah.


Kesenjangan yang ditimbulkan oleh gerontokrasi akan mengakibatkan konsisi yang tidak sehat bagi partai dan demokrasi. Maka dari itu gerontokrasi seharusnya sudah mulai dikurangi. Maka dari itu dibutuhkan sifat legowo berpolitik dari para politisi yang sudah tua untuk terciptanya regenerasi. Dengan begitu, kita bisa berharap akan ada pembaruan, suasana segar yang lebih sehat dan dinamis pada kehidupan partai politik di Tanah Air. Reformasi konstitusi dan pendidikan politik yang dilakukan secara sistemik di kalangan kaum muda terdidik dan diikuti  oleh partai politik, pemerintah dan parlemen akan mengubah cara pandang, orientasi dan akan menarik lebih banyak partiispasi kaum muda untuk berpolitik.


****