Opini: Nurul Istiqomah
Nama:Nurul istiqomah
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Semester I
Prodi:Teknik informatika
Pandemi COVID-19 yang melanda dunia telah membawa perubahan hampir di setiap aspek kehidupan. Pembatasan pergerakan kini berlaku bagi masyarakat yang sebelumnya bisa bergerak bebas melakukan aktivitas masing-masing. Namun, semenjak adanya pandemi, pergerakan yang dulunya bebas kini dibatasi. Jadi setiap aktivitas pada masa pandemi dilakukan dengan cara tatap muka yang akan diadakan secara online(daring).
Hal ini secara tidak langsung mengubah perilaku masyarakat, termasuk perannya sebagai konsumen. Perubahan perilaku konsumen ini tidak hanya berdampak pada produk yang dibeli masyarakat. Namun juga proses pencarian, pemesanan, dan pengambilan keputusan pembelian. Perilaku konsumen terbukti berubah secara signifikan dalam kurun waktu kurang dari dua tahun sejak kita menghadapi pandemi COVID-19.
Perubahan-perubahan ini diharapkan dapat memperkenalkan kebiasaan-kebiasaan baru ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dan berkembang seiring berjalannya waktu. Hal ini secara tidak langsung menuntut kita untuk tetap bisa beradaptasi agar mampu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi setiap saat.
Dalam hal perubahan perilaku konsumen, kita dapat mengamati situasi yang berbeda setelah pandemi ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa pemerintah telah resmi mencabut status pandemi COVID-19 di Indonesia dan menyatakan Indonesia akan dinyatakan dari masa pandemi ke masa epidemi mulai tanggal 21 Juni 2023.
Sejak saat itu, situasi secara bertahap mulai membaik. Apalagi banyak masyarakat yang mulai melakukan aktivitas di luar rumah, seperti berbelanja di pasar. Tidak dapat disangkal bahwa dampak perubahan perilaku konsumen akibat pandemi COVID-19 masih ada. Pada dasarnya, pandemi COVID-19 berdampak besar terhadap perilaku konsumen.Konsumen telah berevolusi baik dari segi perilaku konsumsi, strategi pemasaran, dan sikap pembelian.
Pertama, belanja online tetap populer selama pandemi karena semuanya dilakukan sepenuhnya secara online. Pandemi virus corona membuat masyarakat kecanduan belanja online, banyak E-commers yang menarik perhatian Masyarakat dengan menawarkan berbagai keuntungan berbelanja online seperti gratis ongkir, cash back, diskon da lain-lain.
ini semakin membuat masyarakat menjadi kecanduan berbelanja online.dimana harga yang di tawarkan di E-commers lebih murah dibandingkan di lingkungan tempat tinggal mereka. Barang yang dipesan secara online membutuhkan banyak waktu untuk diproses dan dikirim, namun selain fakta bahwa barang yang diinginkan mungkin tidak tersedia secara lokal, masih banyak orang yang memilih metode belanja ini.
Kedua, pola pembelian pada aplikasi ojek online. Pola belanja pada aplikasi ojek online memudahkan konsumen dalam menerima barangnya dengan cepat, karena waktu pemesanan dan pengantaran hampir sama. Pola belanja ini meningkat tajam selama pandemi, terutama untuk pembelian bahan makanan. Platform ini telah menjadi salah satu platform konsumen terpopuler untuk membeli makanan lezat.
Bahkan jika pandemi ini berakhir, penjualan grosir sayur-sayuran dan buah-buahan masih akan dibatasi.Kendala yang dihadapi konsumen dengan platform ini adalah harga dan biaya pengiriman yang sedikit lebih tinggi. Walaupun pandemi sudah berakhir tapi pola belanja ini masih banyak dikalangan Masyarakat,pada saat masa pandemi yang membuat pergerakan Masyarakat dibatasi.
Seperti sosial distancing atau berdiam diri dirumah. Diharapkan kondisi ini membuat perilaku masyarakat menjadi perilaku yang positif seperti contoh memasak di rumah, tapi hanya sedikit Masyarakat yang melakukan itu karna muncul nya platfom yang membuat mereka mudah dan tidak memerlukan tenaga yang banyak,seperti aplikasi ojek online yang menawarkan berbagai kuliner yang sangat memudahkan konsumen yaitu dengan sekali klik tampa membutuhkan tenaga yang banyak.
Ketiga, penggunaan media sosial seperti WhatsApp, Facebook atau aplikasi sejenis lainnya dalam proses jual beli. Dapat kita ketahui bahwa beberapa aplikasi di atas dulu hanya digunakan untuk saling berbagi informasi, meng update kehidupan dll. Tapi semenjak pandemi banyak penjual yang beralih menjual prodak nya lewat beberapa aplikasi diatas.
Penjual dapat memamerkan produknya di media sosial dan pembeli dapat melakukan pemesanan melalui aplikasi chat. Setelah transaksi disepakati,penjual akan melakukan pengiriman menggunakan opsi pengiriman. Di berbagai Kota, beberapa pelaku ekonomi ramai menjual produknya di media sosial.
Grup ini berbasis di jejaring sosial Facebook dan aktif serta selalu populer di kalangan orang-orang yang ingin membeli makanan lezat. Selain itu, masyarakat juga dapat berbelanja secara live show melalui media sosial. Viral belakangan ini adalah live show dimana penjual akan live barang dagangan nya dengan berbagai metode untuk menarik minat pembeli,seperti membuka sesi tanya jawab. Ketika pembeli mengomentari salah satu prodaknya lalu penjual akan mencoba memakai atau menampilkan produknya. Ada banyak sekali jenis kebutuhan yang dijual, baik kebutuhan primer maupun tersier yang dapat dilihat secara real time melalui media sosial.
Jadi bagaimana dengan pedagang kecil yang bergantung pada masyarakat setempat untuk membeli produk sehari-hari, seperti toko kelontong di pusat desa dan penjual produk segar desa, yang biasanya membuka kiosnya mulai pukul 6 pagi? Bagaimana dengan penjual makanan ringan di pasar yang membuka pintu dan menyiapkan makanan untuk mereka? jajanan untuk sarapan atau untuk bekal sekolah anak? Bisakah kita mengharapkan kembalinya perilaku belanja tradisional sebelum pandemi, atau apakah konsumen ingin menyesuaikan perilaku belanja mereka?
Pengecer kecil perlu berpikir kreatif untuk menyelamatkan usahanya, terutama setelah pandemi. Tanpa inovasi, bisnis mereka bisa dengan mudah hilang dari pengecer besar. Salah satu terobosan yang perlu dilakukan oleh para pedagang kecil adalah beradaptasi dengan perubahan perilaku konsumen dan meminimalisir hambatan yang dihadapi konsumen, terutama pada platform yang sedang naik daun.
Tidak dapat dipungkiri, masyarakat saat ini masih menggunakan jasa untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Namun pola belanja pick-up and drop-off bisa menjadi pilihan cerdas bagi pengecer kecil, terutama yang mengandalkan konsumen lokal sebagai target audiensnya. Pembeli dapat memesan produk melalui aplikasi chat. Penjual menyiapkan produk yang dipesan. Pada waktu yang ditentukan, pembeli dapat mengambil barangnya tanpa harus berada di toko.
Transformasi ekonomi digital telah mengalami kemajuan pesat selama dekade terakhir, dan pandemi telah mempercepat proses tersebut. Gaya hidup online akan terus berlanjut dan ada pula yang menjadi hybrid (online dan offline) bahkan setelah era pandemi. Dalam 10 hingga 20 tahun, ekonomi digital akan berkembang lebih inklusif, dengan seluruh sektor ekonomi di seluruh wilayah terdigitalisasi.Perusahaan yang ada harus mengantisipasi dan beradaptasi untuk bertahan dan tumbuh.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar